Respon Terhadap Tolikara

tumblr_inline_mhnsa0c9Kg1qz4rgp

sumber foto : agaz.tumblr.com Uk 500×333

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Pancasila, menyatakan keprihatinan nya mengenai kasus tindak pembakaran rumah ibadah yang terjadi di Kabupaten tolikara pada tanggal 17 juli 2015 lalu, kita sebagai Mahasiswa khususnya bertanya-tanya apa yang mendasari adanya tindakan yang melanggar HAM di Tolikara tersebut. Dari hasil dialektika kami mengenai kasus Tolikara ini insiden ini bermula dari penembakan terhadap warga, yang mengakibatkan kepanikan terhadap warga masyarakat, sehingga berbuntut pada terjadinya peristiwa pembakaran rumah ibadah (Musolah) di Kabupaten Tolikara.[1]

Namun diduga salah satu unsur munculnya tindakan seperti ini adalah banyak sentimen-sentimen yang muncul bernada provokatif yang muncul melalui pesan-pesan singkat maupun media sosial yang di lakukan oleh pemuka agama di Tolikara maupun pejabat-pejabat daerah sehingga kasus inipun menjadi pembicaraan yang berunsur provokatif di beberapa daerah di indonesia.  Banyak dampak-dampak negativ yang dihasilkan oleh kasus tolikara ini, bukan hanya di tolikara saja namun juga menjadi unsur provokatif terhadap perbedaan beragama yang terjadi juga di banyak daerah di indonesia seperti di Palu (Sulawesi Tengah), Purworejo (Jawa Tengah), dan Bantul (DI Yogyakarta).

Dalam kasus seperti ini Negara harus melakukan tindakan tegas dalam menangani tindakan-tindakan bernada provokatif, SARA maupun tindak kekerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu demi terciptanya satu-kesatuang bangsa di dalam perbedaan kembali khusus nya dalam soal hak beribadat menurut kepercayaan agama nya masing-masing dan menjamin hak kebebasan beragama di dalam suatu negara. Namun menurut kami kader PMII Rayon Pancasila, Negara seakan lepas tangan dan melakukan pembiaran terhadap kasus Tolikara ini baik penanganan terhadap kasus yang terjadi di Tolikara maupun tindak diskriminatif terhadap agama yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang berupaya untuk memecah belah bangsa indonesia. Karena menurut kami tindakan-tindakan seperti itu melanggar Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Aasasi Manusia Pasal 22 ayat (1) dan (2), yang menyebutkan “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dan juga melanggar Undang-Undang Dasar 1945, sebagimana diatur dalam Pasal 28 E, ayat (1), ayat (2) dan Pasal 29 ayat (2) yang mana “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Dan lantas jika Negara tidak melakukan ketegasan terhadap kasus di Tolikara maka bisa disimpulkan bahwa pemerintah tidak patuh dan tidak menjalankan Konstitusi yang berlaku di indonesia dan Negara telah gagal dalam menjamin Hak-Hak beragama, keamanan dan memberikan perlindungan beragama bagi Masyarakat di indonesia.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi pluralisme dalam artian menghormati keberagaman beragama dan bertugas untuk merawat multikulturalisme demi tercipta satu-kesatuan bangsa yang utuh kembali, menurut kami islam itu merupakan agama yang rahmatan lil alamin tidak pernah menyebarkan ajaran-ajarannya yang tidak menghargai sesama manusia maupun alam di dunia ini, baik itu kepada sesama muslim maupun non-muslim saling menghargai adalah kunci utama, namun tindakan mengucilkan agama lain banyak di lakukan oleh oknum-oknum yang membawa-bawa  islam dan melakukan tindak kekerasan atas nama “Jihad” di jalan Tuhan. Kami sangat menyayangkan atas tindakan seperti ini karena menurut kami sebagai kader PMII islam itupula tidak pernah mengajarkan untuk melakukan tindak kekerasan sesama manusia.

Oleh sebab itu kami sangat mengecam keras atas tindakan yang melanggar konstitusi dalam hal keberagaman Agama yang terjadi di Tolikara dan daerah lainnya. Dan mendesak negara indonesia khusunya pemerintah untuk menangani secara tegas kasus yang terjadi di Tolikara dan pasca kejadian di Tolikara demi terciptanya kembali “Bhinneka Tunggal Ika” di Negara Kesatuan Republik Indonesia. (YH)

[1]http://kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=2084#.VbXp4gIYh7U.twitter Dikutip pada jam 20.08 Tanggal 27-07-2015

Nb : Tulisan ini juga di muat di rayonpancasila.wordpress.com

Resensi Buku (Palu Arit Di Ladang Tebu)

c557c9db-0cb4-4928-a512-3ba520247fc0

Judul : PALU ARIT DI LADANG TEBU

 Penulis : Hermawan Sulistyo

 Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia

 Tahun    : 2000

 Tebal     : 291

Polemik serta diskursus terkait tentang sejarah Bangsa Indonesia memang masih banyak mengandung unsur ketidakjelasan, hal ini membuat para akademisi dalam memahami sejarah pun masih banyak yang keliru dalam artian terkadang sering mendapatkan informasi dan pengetahuan terkait tentang sejarah bangsa yang memang masih banyak yang berbeda dan masih harus kita pertanyakan secara mendalam, masih banyak masyarakat indonesia yang menjadikan sejarah bangsa bersifat dogmatis sehingga enggan ingin mempertanyakan dan mempertentangkan terkait sejarah yang belum tentu benar,” karena sejarah bisa di manipulasi oleh rezim yang berkuasa”.

Dalam Sejarah yang mengungkap tentang PKI ternyata masih banyak membingungkan, ada sumber sejarah seperti buku maupun sejarawan yang mengungkapkan bahwa sebenarnya PKI adalah korban kambing hitam Rezim orde baru, dan ada pula yang mengatakan bahwa Segala permasalahan yang mengganggu stabilitas negara sewaktu itu akibat dari PKI. Dan jika kita telaah secara seksama pada sejarah masih banyak mengandung unsur ketidakjelasan sehingga berdampak pada pemaknaan yang salah terhadap sejarah itu sendiri.

Dalam buku “Palu Arit Di Ladang Tebu” ini Hermawan Sulistyo sebagai penulis mencoba mengungkap sejarah pada G.30 SPKI yang sebenarnya di manipulasi oleh rezim yang berkuasa. Buku yang ditulis Hermawan Sulistyo, lebih memfokuskan  dan mengangkat Gerakan 30 S PKI (Gestapu) dan aksi-aksi pembalasan pasca Gestapu. Dalam analisisnya, buku ini membeberkan peristiwa berdarah dari dua perspektif. Pertama,Gerakan 30 S PKI dari kemunculan awal hingga perseteruan di tubuh elit Angkatan Darat (AD) saat itu. Kedua, muatan-muatan politis dari aksi pasca Gestapu merupakan konfigurasi politik militer-negara. Dalam sejarah resmi yang di ungkap bahwa selama ini menggambarkan pembunuhan di Lubang Buaya itu sebagai pesta gila-gilaan berbagai kesaksian dan bukti fisik mengungkapkan bahwa pesta itu tidak ada[1].

Hermawan Sulistyo juga menyinggung tentang PKI seakan menjadi dalang dari peristiwa berdarah Gestapu dan menjadi satu-satunya pihak yang harus di persalahkan. Banyak hal-hal yang selama ini tidak di temukan dalam dan di ungkap terkait tentang PKI di ungkap secara intensi di buku ini sehingga kita lebih mampu menilai dan menetralisir mana sejarah yang benar dan mana sejarah yang menyimpang dari peristiwa yang sebenarnya terjadi.

Dalam buku ini juga memotret dan mengungkap tentang pembunuhan massal yang terjadi pada anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965-1966 yang menurut Hermawan Sulistyo merupakan salah satu pembunuhan terbesar di dunia dan penulis juga mengambil daerah penelitian di jombang dan kediri untuk menjawab pertanyaan tentang faktor apa saja yang menyebabkan pembunuhan massal tersebut.

Peristiwa G 30 S PKI merupakan sejarah hitam dalam tragedi kemanusiaan di indonesia namun tetapi menurut penulis aksi-aksi pasca Gestapu ini di awali oleh aksi-aksi pembalasan militer oleh soeharto dengan Gerakan satu oktober nya yang secara eksplisit menunjukkan adanya dua kekuatan militer yang saling berhadapan. Dari sini, sulit menduga siapa dalang peristiwa tersebut. Akan tetapi, baik Gestapu maupun Gestok bukan hanya penting sebagai petunjuk adanya dua fase yang berbeda atas rangkaian peristiwa yang terjadi, atau sebagai sebuah istilah pembeda antar kelompok politik tertentu.

Dalam buku ini juga di ceritakan oleh penulis tentang pembunuhan massal tersebut yang bahasanya di ilustrasikan oleh penulis menjadi kaum “ladang merah” dan “sarungan putih’ sebagai perseteruan yang menyebabkan peristiwa berdarah tersebut. Dimana kaum ladang merah penulis gambarkan terdiri dari komunitas masyarakat perkebunan yang terdiri dari buruh perkebunan, masyarakat priyayi seperti pegawai negeri dan lain sebagainya.

Kaum sarungan putih digambarkan oleh penulis sebagai kaum-kaum agamis seperti muhamadiyah, Nahdlahtul Ulama dan aliran kaum santri dan agamis lainnya. Dan hal pemahaman aliran ini penulis dapatkan ketika melakukan penelitian tersebut di daerh jombang dan kediri. Dan dihalaman terakhir penulis juga menggambarkan tentang konfrontasi aliran di mana memang di adu domba oleh rezim yang berkuasa pada saat itu.

Dan hal ini alah yang membuat penulis mengungkapkan apa yang terjadi pada sejarah bangsa indonesia sehingga pemahaman dan pemaknaan terhadap sejarah khusus nya PKI lebih netral bisa di terima oleh pemahaman generasi bangsa selanjutnya.

[1] Hal. 2 “Palu Arit Di Ladang Tebu”

Resensi Buku (Rembang Melawan)!

images

Judul                  :  #Rembang Melawan

Penerbit              :  Literasi Press

Penulis                :  Dwicipta & Hendra Try Ardianto

Tahun                 :  2015

Tebal                  : 192

Dalam buku “Rembang Melawan” ini secara fundamental sudah banyak di ungkap oleh media-media yang menceritakan polemik yang terjadi antara PT.Semen Indonesia dan warga pegunungan kendeng Rembang Jawa Tengah yang menolak kehadiran PT.Semen indonesia di daerahnya. Istilah rembang melawan ini muncul sebagai reaksi atas perlawanan ibu-ibu rembang yang ratusan hari tinggal di tenda perjuangan sebagai aksi protes atas rencana pertambangan di pegunungan kendeng (Halaman Cover Buku).

Perlawanan ibu-ibu rembang atas penolakan terhadap pertambangan PT.Semen Indonesia ini mengundang simpatik Hendra Try Ardianto sebagai penulis buku Rembang Melawan ini untuk turut membantu perlawanan warga rembang melalui tulisan dan gerakan propaganda lainnya. Buku Rembang Melawan ini merupakan kumpulan tulisan-tulisan Hendra Try Ardianto di media sosial yang di bukukan oleh Literasipress. Konflik di kawasan lingkungan rembang yang di ciderai oleh PT.Semen indonesia .

Analisis pertama yang dibahas pada buku rembang melawan ini adalah kajian potensi kawasan karst kendeng utara pegunungan rembang madura kabupaten rembang, jawa tengah (Halaman xxii pembuka) dimana memang berdasarkan penelitian penulis kawasan kendeng utara ini memiliki potensi kaya akan batu kapur sehingga memang menjadi incaran bagi PT.Semen Indonesia. Dan dalam buku ini penulis juga menjabarkan terkait tentang relasi negatif antara kesejahteraan dan pertambangan tersebut. Konflik ini dimulai dari masuknya PT.Semen indonesia di kawasan pegunungan kendeng rembang tersebut. Masyarakat setempat khususnya ibu-ibu sudah menolak dengan keras kehadiran PT.Semen tersebut karena menurut mereka berdampak besar pada lingkungan setempat dengan adanya PT. Semen indonesia tersebut, kasus ini pada dasarnya menjadi titik pertemuan antara krisis ekologi dan agraria yang berlangsung secara bersamaan. Hal ini yang menjadi dasar perlawanan masyarakat rembang berbagai cara telah mereka tempuh demi mencapai keadilan namun mereka selalu mendapatkan perlakuan tidak adil oleh pemerintah bahkan kekerasan oleh aparat negara, pemerintah dan aparat negara bahkan diceritakan lebih berpihak pada PT.Semen Indonesia daripada masyarakat rembang sendiri. Hal ini juga dibahas penulis dalam kritiknya Empati berjudul Matinya Rasa Sebagai Manusia yang diceritakan polemik kekerasan aparat negara terhadap ibu-ibu rembang yang melakukan perlawanan dan menuntut keadilan.

Penulis yang dulunya terbiasa keluar masuk dan tidur di tenda, kemudian dilarang lagi bersua dengan ibu-ibu disana, menjadi kekecewaan bagi penulis melihat perilaku represif aparat negara dan swasta terhadap masyarakat tersebut, penulis juga menceritakan tentang perilaku gubernur jawa tengah Ganjar Pranowo yang tidak menepati visi misi nya secara garis besar memperhatikan dan mengutamakan “Wong Cilik” namun setelah menjadi gubernur hal itu tidak sama sekali dilakukan menurut pandangan dari penulis. Hendra Try Ardianto dalam buku nya ini banyak menyoroti tentang kasus aparat negara yang telah melakukan tindak kekerasan pada ibu-ibu di rembang serta juga kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PT.Semen Indonesia sehingga ini menjadi bahasan yang menarik untuk menjadikan ini sebagai alat penyadaran bagi masyarakat lainnya tentang perilaku PT.Semen Indonesia terhadap masyarakat.

Dalam kasus rembang, tangan-tangan kekuasaan itu lebih koersif salah seorang komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), M Nur Khoiron, menyatakan terdapat pelanggaran HAM dalam proses pelaksanaan amdal pabrik semen di rembang. Pelanggaran tersebut terdapat di tiga titik, Pertama, tidak di libatkannya seluruh masyarakat dalam pembuatan Amdal dan hanya di sosialisasikan pada tataran elit saja seperti kepala desanya dan keluarga kepala desa. Kedua, hal di atas menyebabkan secara prosedur legalistik Amdal terpenuhi persyaratannya, namun secara substansial hal seperti transparansi informasi terhadap publik justru terabaikan. Dan ketiga berdasarkan  UU32/2009 tentang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup, seharusnya pembuatan amdal adalah tim independen, namun dalam kasus rembang yang memilih tim independen malah menjadi pendukung perusahaan. (Hal 96) beberapa hal yang di bahas oleh penulis diatas menunjukkan bahwa masyarakat rembang telah dialienasi dan di diskriminasi dalam partisipasinya untuk terlibat dalam menentukan kebijakan desa maupun aktif dalam membangun desa nya sendiri, bahkan pereduksian terhadap Hak-Hak mereka sebagai masyarakat yang harus di sejahterakan dan difasilitasi dilakukan oleh kepala desa maupun gubernur yang mereka pilih namun lebih berpihak pada PT.Semen Indonesia bukan pada masyarakat yang sudah menaruh harapan pada pemimpinnya.

Pada bagian 12 di buku ini penulis juga menceritakan tentang realita perlawanan ibu-ibu rembang yang harus tinggal di tenda selama 280 hari demi memperjuangkan desa mereka agar tidak terjadi dampak lingkungan yang besar yang di sebabkan oleh PT.Semen Indonesia sehingga berdampak langsung pada perekonomian masyarakat di pegunungan kendeng tersebut mereka berjuang berdarah-darah namun malah tidak mendapat reaksi positif oleh pemerintah jawa tengah ibu-ibu tersebut malah mendapatkan tindak kekerasan yang di lakukan oleh aparat negara yang berjaga-jaga di sekitaran tenda tersebut.

Hal yang paling menarik pada buku ini adalah, dimana ketika penulis menyoroti pada bagian 7 tentang “Tanggung Jawab Kampus Dan Ilmu Pengetahuan Atas Persoalan Kemanusiaan” dimana penulis menyoroti keterlibatannya salah satu akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam kasus PT.Semen Indonesia ini. Dimana yang awalnya salah satu akademisi UGM bernama Eko Haryono ini menjadi “narasumber” di PT.Semen Indonesia terkait tentang Amdal tersebut. Dan bersama rekannya Heru Hendrayana di pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) semarang, Kamis 19 Maret 2015 mengenai status kawasan karst Rembang. Kesaksian mereka berdua dianggap tidak sedikitpun berpihak pada kepentingan rakyat yang sedang berjuang mempertahankan sumber mata air dan kelestarian pegunungan kendeng utara ini. Pada tulisan ini penulis mempertanyakan kegunaan ilmu pengetahuan yang di ajarkan di kampus-kampus. Menurutnya ilmu pengetahuan di gunakan untuk kemanusiaan dan untuk mensejahterakan dan menyadarkan masyarakat kecil. Namun tetapi hal ini tidak sama sekali tidak terlihat pada akademisi UGM tersebut mereka menggunakan ilmunya untuk membohongi masyarakat dan mereka menggunakan ilmunya untuk lebih membela PT.Semen Indonesia dan mendeskriditkan masyarakat kecil. Mereka menggunakan ilmunya demi menghasilkan uang padahal pada hakekatnya kita sebagai kaum intelektual sudah kiranya membaktikan ilmu kita pada masyarakat dan memperjuangkan keadilan dan kemakmuran demi menciptakan masyarakat yang sejahtera dan beradab.

Kesiapan Pilkada Serentak 2015 Studi kasus KPU dan Pemerintah Provinsi Jambi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

 

Pelaksanaan pilkada yang akan dilaksanakan serentak pada desember 2015 nanti sesuai dengan Undang-Undang No.1 Tahun 2015. Pilkada serentak 2015 akan dilaksanakan di 269 daerah pilkada ini merupakan pilkada serentak gelombang pertama menuju desain ideal pilkada, yakni serentak nasional untuk memilih DPR, DPD, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta serentak daerah untuk memilih kepala daerah dan DPRD di tingkat Provinsi, Kabupanten dan Kota. Setelah pilkada serentak 2015 di 269 daerah, maka dilanjutkan pilkada serentak gelombang kedua pada Februari 2017 di 99 daerah, gelombang ketiga pada Juni 2018 di 171 daerah.

Kemudian akan dilaksanakan masing-masing satu gelombang lagi sampai menuju pilkada serentak nasional 2027. Menanggapi ketentuan konstitusi tersebut belum lama ini kpud provinsi jambi melakukan “launching” pilkada serentak yang akan dilaksanakan di provinsi jambi, di acara itu pula kpud provinsi jambi mengupayakan mengajak, menginformasikan dan memberikan pendidikan politik bagi masyarakat Jambi dalam Pemilihan serentak yang pertama kali dilaksanakan di Tahun 2015 ini. Untuk Provinsi Jambi sendiri selain melaksanakan pemilihan gubernur dan wakil gubernur juga akan dilaksanakan pilkada kabupaten/kota. Provinsi Jambi sendiri terdiri dari 9 kabupaten dan 2 kota diantaranya 5 daerah di provinsi jambi yaitu di Kabupaten Bungo, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Batang Hari dan Kota Sungai Penuh, untuk gelombang I sedangkan pilkada serentak gelombang II akan dilaksanakan pada bulan februari 2017 mendatang dan gelombang III akan dilaksanakan pada bulan juni 2018.[1]

Dalam pilkada serentak ini perlu banyak persiapan matang khususnya bagi KPUD dan Pemprov Jambi sebagai penyelenggara pilkada dari mulai kesiapan anggaran, pelaksanaan pilkada mulai dari rekrutmen PPK hingga logistik pilkada itu sendiri. Dalam hal kesiapan anggaran alokasi dana penyelenggaraan pilkada serentak provinsi jambi didukung oleh APBD dan APBN,  KPUD Provinsi jambi mengajukan dana ke pemerintah pusat sekitar RP. 109 Miliar dan disetujui oleh pemerintah pusat sekitar RP.101 Miliar dan dana tersebut hanya untuk pengadaan logistik pilkada provinsi jambi maupun hal teknis lainnya belum meliputi biaya kampanye[2].

Oleh sebab itu KPUD provinsi berharap bahwa dana yang akan dialokasikan tersebut mampu menunjang terlaksana nya pilkada serentak di provinsi jambi, mengingat laporan kesiapan yang sampai ke KPUD provinsi beberapa daerah yang mengikuti pilkada serentak dan adapula diantaranya yang belum menyampaikan laporan kesiapan baik dalam hal anggaran pilkada maupun pelaksanaan teknis pendaftaran bakal calon dan hal lainnya, seperti kabupaten Bungo dan Tanjab Timur sampai sekarang belum menganggarkan kebutuhan pilkada di daerahnya baik dalam hal logistik maupun tenaga lainnya          [3]. Untuk pilkada serentak di provinsi jambi pun 11 kepala daerah di provinsi jambi menyatakan kesiapan nya dalam menyelenggarakan pilkada serentak ini, salah satu dari 11 kepala daerah tersebut adalah kepala daerah kabupaten muaro jambi yang lebih awal mendeklarasikan kesiapannya menyelenggarakan pilkada serentak desember 2015 nanti.

Meninjau dari sokongan para kepala daerah tersebut menjadi pondasi landasan dalam kesiapan mengadakan pilkada serentak ini di Provinsi Jambi sendiri, oleh sebab itu untuk pemilihan gubernur sendiri pengumuman pendaftaran sudah dilakukan oleh KPU Provinsi Jambi sejak tanggal 14 juli kemarin sampai 25 juli ini, dan untuk pendaftaran Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan tanggal 26 juli sampai 28 juli ini[4]. Dan hal ini juga diikuti oleh pemilihan bupati yang pendaftaran juga akan di laksanakan di kabupaten provinsi jambi yang menyelenggarakan pilkada serentak ini. Dan sembaring menunggu teknis pelaksanaan pendaftaran tersebut KPU Provinsi Jambi pun berusaha mengoptimalkan kinerja KPU sendiri sebagai penyelenggara pilkada serentak demi terciptanya pilkada yang demokratis,legitimate dan aman tentunya, perlu kita ingat dengan ketetapan pemerintah pusat untuk melaksanakan pilkada serentak ini tentunya banyak pro dan kontra yang terjadi di masyarakat, tekanan-tekanan dan tindakan untuk berusaha menggagalkan pilkada agar berlangsung patut di waspadai oleh KPU dan Pemerintah sebagai penyelenggara pilkada serentak 2015 ini.

Meskipun belum di buka nya pendaftaran Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jambi oleh KPU namun konstelasi politik dan dinamika politik di provinsi jambi untuk pemilihan gubernur sudah bisa kita lihat dengan kasat mata, ada beberapa pasangan calon yang sudah mendeklarasikan menjadi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jambi periode 2015-2020 ini misalnya Hasan Basri Agus (HBA) yang merupakan Gubernur Jambi sekarang berasal dari partai demokrat maju kembali menjadi bakal calon gubernur jambi periode 2015-2016 ini berpasangan dengan bakal calon wakil gubernur jambi yakni ketua DPD PDIP Jambi, Edi Purwanto mereka diusung oleh koalisi Partai Demokrat, PDIP dan PKS. Sedangkan yang menjadi rival mereka yang juga sudah mendeklarasikan diri untuk bertarung pada pilkada serentak ini untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur yaitu Zumi Zola sebagai bakal calon gubernur yang saat ini menjabat sebagai bupati Tanjung Jabung Timur berasal dari partai amanat nasional (PAN) beliau didampingi oleh Fachrori Umar yang selama ini mendampingi HBA sebagai Wakil Gubernur dan memecahkan diri beralih menjadi bakal calon Wakil Gubernur Zumi Zola yang juga anak dari mantan Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin ini mereka diusung oleh koalisi PAN, PKB dan PBB.[5]

Pertarungan politik pada pilgub Jambi kali ini juga bakal sengit karena hingga masa pendaftaran calon gubernur dibuka KPU Provinsi Jambi pekan ini, baru dua balon gubernur dan wakil gubernur di Jambi yang telah memastikan keikutsertaan mereka pada pilgub Jambi desember nanti. Pertarungan antara kedua pasangan tersebut bakal sengit karena bakal terjadi adu strategi politik antara Hasan Basri Agus yang merupakan seorang birokrat tulen dengan Zumi Zola yang merupakan seorang selebritis dan berasal dari dinasti gubernur Jambi dua periode (1999–2005, 2005–2010), Zulkifli Nurdin. Terkait polemik pilkada serentak ini sendiri tidak hanya dinilai dari kesiapan KPU dan pemerintah sebagai pihak penyelenggara maupun partai-partai yang akan berpartisipasi didalam pilkada serentak desember ini kita juga harus menelisik dan mengetahui terkait tentang kesiapan masyarakat yang akan berpartisipas mengawal dan menentukan kepala daerah nya di pilkada serentak ini.

Seperti yang di jelaskan di awal bahwa kabupaten Bungo dan Tanjung Jabung Timur belum menyerahkan anggaran untuk melaksanakan pilkada, masyarakat kabupaten bungo sendiri contohnya masih banyak yang belum mengetahui terkait akan diadakan nya pilkada pada desember ini, meskipun bakal calon bupati sudah bermunculan di kabupaten ini namun sosialisasi tentang pilkada serentak desember ini pun belum sampai di kabupaten ini. Hal yang seperti ini yang sepatutnya diperhatikan oleh pemerintah Provinsi Jambi karena masyarakat lah yang akan menentukan siapa kepala daerah yang mereka inginkan jadi pilkada serentak tidak hanya dijadikan sebagai momentum untuk menentukan kepala daerah saja tapi dijadikan sebagai pendidikan politik yang substantif demi terciptanya demokrasi yang subtansial pula di Provinsi Jambi khususnya.

1.2 Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, terdapat beberapa permasalahan yang perlu dilampirkan untuk mendukung penelitian ini. Adapun beberapa pertanyaan tersebut ialah :

  1. Bagaimana kesiapan KPU Provinsi Jambi dan Pemerintah dalam penyelenggaraan pilkada serentak Desember 2015 ini, baik dalam hal anggaran, logistik pilkada maupun teknis pelaksanaan pilkada itu sendiri?
  2. Bagaimana kesiapan Partai-Partai Politik dan Masyarakat Provinsi Jambi khususnya dalam berpartisipasi pada Pilkada serentak Desember 2015 ini?

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian “Pilkada Serentak Provinsi jambi 2015” ini, penulis memiliki beberapa tujuan yaitu :

  1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan kesiapan KPU Provinsi Jambi dan Pemerintah dalam menyelenggarakan Pilkada serentak Desember 2015 ini dalam hal anggaran yang didapatkan melalui APBD maupun APBN, pengadaan logistik pilkada dan teknis penyelenggaraan pilkada tersebut.
  2. Untuk mengetahui kesiapan Partai-Partai politik yang akan bertarung pada kontestasi pilkada ini baik dalam hal penyusunan strategi pemenangan, anggaran dana kampanye, tim pemenangan dan pendampingan partai.
  3. Untuk mengetahui kesiapan masyarakat yang akan berpartisipasi menentukan kepala daerahnya kesiapan dalam hal sosialisasi pemilukada oleh KPU ke masyarakat, pendidikan politik masyarakat maupun syarat administrasi yang harus dipenuhi masyarakat untuk berpartisipasi memilih kepala daerah mereka.

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi program studi ilmu politik khususnya dalam “Pendidikan Politik dan Penyadaran Politik Bagi Masyarakat” demi terciptanya demokrasi yang subtansial di Negara Republik Indonesia ini.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan terhadap KPU dan Pemerintah Provinsi Jambi dalam menyelenggarakan pemilu maupun dampak-dampak sistemik yang dihasilkan dengan diadakannya pemilu tersebut, sehingga terciptanya pemilu yang jujur, transparan, legitimate dan aman di Provinsi Jambi khususnya.

 

[1] http://jambiprov.go.id/ Dikutip pada jam 23.15 tanggal23-07

[2] http://metrojambi.com/ Dikutip pada jam 0.15 tanggal 24-07

[3] kpud-jambiprov.go.id Dikutip pada jam 9.00 tanggal 24-07

[4] http://kpud-jambiprov.go.id/pengumuman/2015/07/14/5/pengumuman-pendaftaran-pasangan-calon-pemilihan-gubernur-dan-wakil-gubernur-jambi-tahun-2015/ Dikutip pada jam 14.21 tanggal 24-07

[5] http://www.beritasatu.com/ Dikutip pada jam 15.02 tanggal 24-07

Tentang Saya

1476382_656466437709731_93188323_n

Saya bernama Yayan Hidayat, kelahiran Provinsi Jambi 9 januari 1995, saat ini saya merupakan Mahasiswa akademisi Ilmu Politik FISIP Universitas Brawijaya Kota Malang. Saya lahir dari seorang ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau yang sering disebut oleh kalangan aktivis sebagai aparatur negara, namun kedua orang tua saya lah yang memimbing saya hingga sekarang memiliki berbagai macam mimpi besar yang sedang berusaha saya capai.

Selama perkuliahan saya aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan dan organisasi pergerakan sebagai wadah pengembangan soft skill dan wacana analisis saya, PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) sebagai organisasi pergerakan lah yang memimbing dan membentuk karakter saya guna menunjang mimpi-mimpi besar saya selama menjadi mahasiswa ini, selama mahasiswa beberapa gerakan saya inisiasi sebagai bentuk penyadaran politik bagi mahasiswa khususny, gerakan pertama yang saya inisiasi adalah sebuah komunitas diskusi mahasiswa ilmu politik bernama “Publik Paradoks” selain pengembangan wacana komunitas ini juga bergerak pada bidang penyadaran politik mahasiswa agar tidak menjadi mahasiswa apatis terhadap dinamika bangsa.

Saat ini saya sedang mengembangkan soft skill saya pada bidang penulisan karena saya sangat terinspirasi oleh perkataan Pramoedya Anantatoer di buku nya “Bumi Manusia” ia berkata “Menulis adalah bekerja untuk keabadian” berangkat dari kata-kata pramoedya tersebut lah yang menjadi semangat saya membentuk gerakan menulis melalui blog “pejuangkritis” ini. semoga kegiatan yang saya lakukan ini kelak bermanfaat bagi diri saya sendiri dan masyarakat! .

Amin

Salam Perjuangan,

fire-305227_640

Wallahul Muwafiq Ila Aqwamith Thoriq

Ikuti Saya,

089620991397

Twitter : @Naaayay

Facebook : yayan hidayat

Instagram : @yayanhid

Line          : yayanhidayaaat